Korban Penggusuran Lahan di Desa Agung Jaya Jadi Tersangka, LBH GP Ansor Muba Tempuh Jalur Hukum

17.969 dibaca

BUANAINDONESIA.CO.ID PALEMBANG – Konflik lahan berkepanjangan antara warga P17 Desa Agung Jaya Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel) selaku pemilik Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM) dengan Koperasi Maju Jaya berbuntut bentrok antara kedua belah pihak.

Bentrok tersebut mengakibatkan Devi Umbara (29) dan Sapei (57) warga RT 14 Desa Agung Jaya selaku pemilik TSM P17 Desa Agung Jaya Kecamatan Lalan ditangkap aparat kepolisian dengan tuduhan melakukan pengeroyokan terhadap Rastani warga RT 11 P17 Desa Agung Jaya.

Advertisement

Terkait permasalahan tersebut, Devi Umbara dan Sapei melalui kuasa hukumnya LBH GP Ansor Kabupaten Musi Banyuasin ADV Fahmi SH MH, bersama ADV Febra Hutama Yudha SH CMe dan Ari Andrian Sanusi SH CMe mengatakan, dugaan pengeroyokan tersebut dipicu oleh penggusuran lahan warga TSM yang berakibat adanya insiden bentrokan di kedua belah pihak.

“Kedua warga tersebut merupakan anggota Banser, karnaya kita akan bela. Dan korban ini berbuat Karna mempertahankan lahan miliknya yang digusur,” terang Adv Fahmi saat ditemui di Mapolda Sumsel Selasa (03/09/24)

Karenanya Lanjut Fahmi, pihaknya akan melaporkan balik terkait penggusuran lahan kliennya tanpa dasar yang jelas.

Dalam penggusuran itu diduga melibatkan oknum pejabat pemerintah desa, oknum keamanan perusahaan.

“Tidak menutup kemungkinan ada prosedur penangkapan yang salah, Karna itu Kita akan ditempuh melalui jalur hukum.” Ucapnya.

Dijelaskan Fahmi, bahwa laporan dibuat tanggal 3 April 2024, sementara penangkapan kedua kliennya yaitu Devi Umbara dan Sapei. Terjadi 31 Juli 2024.

“Jedah waktu antara laporan dengan penangkapan sangat lama, tapi tidak ada pemangilan terlebih dahulu. Tiba-tiba langsung ditahan hingga saat ini.” timpalnya

“Terlebih ini bukan pengeroyokan, mereka membela diri karena Devi Umbara dicekik terlebih dahulu oleh Rastani yang saat itu datang kelokasi kejadian bersama pengacara, perangkat desa, oknum kepolisian yang bertugas di PT BKI serta pengurus koperasi,” imbuh Fahmi.

Pihaknya akan mengajukan gugatan secara hukum terkait prosedural penahanan kedua warga Lalan tersebut.

“Kita juga minta kepada pak Kapolda, agar kedua warga tersebut dibebaskan dengan alasan mereka mempertahankan haknya yang akan diserobot,” Tegasnya..

Terpisah, Kadisah selaku Ketua Kelompok Tani Transmigrasi Swakarsa Mandiri menjelaskan, permasalah sengketa lahan ini sudah berlarut – larut dan tak kunjung selesai.

Karna berlarut-larut dan tak kunjung selesai sambung Kadirsah, akhirnya berbuntut penahanan kedua warga P17 Desa Agung Jaya Kecamatan Lalan.

Kadisah menguraikan, terjadinya bentrok itu diawali penggusuran lahan pada 3 April 2024 lalu.

“Kami lihat penahanan itu terkait laporan dari pihak Koperasi Maju Jaya mitra PT Banyu Kahuripan Indonesia. Dua orang warga itu dianggap melakukan pengeroyokan, dan akhirnya kedua warga TSM tersebut ditangkap”. Urainya.

Lanjut Kadisah, lahan yang disengketakan tersebut adalah milik 218 kepala keluarga (KK) warga P17 Desa Agung Jaya (436 hektar) yang didalamnya berisi kebun sawit dan pekarangan rumah Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM).

“Pada tahun 1995 adanya perjanjian sebagai calon transmigrasi, dimana terdapat dari Direktorat Jenderal Permukiman dan Lingkungan tentang penyiapan bangunan menunjang program TSM di Desa Agung Jaya dan pada tahun 1996 terdapat daftar penerima bantuan perumahan warga TSM/PTA BB sebanyak 170 KK atas nama Kadisah Cs,” paparnya.

Lebih lanjut dijelaskan Kadisah, bahwa pada tahun 2008 berdirilah PT BKI di Desa Agung Jaya beserta surat yang berisi tentang penertiban lokasi TSM, maka pada tahun 2011 bermunculan pemilik – pemilik baru dilahan yang diperuntukkan sebagai lahan TSM dalam bentuk SPH dan Sertifikat Hak Milik (SHM), serta pada tahun 2013 terjadi penggusuran yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan oknum pejabat pemerintah dengan memasang plang agar masyarakat segera meninggalkan lokasi TSM di P17 Desa Agung Jaya.

“Hal ini tidak sesuai dengan surat yang diterbitkan oleh Dirjen Permukiman dan Lingkungan pada tahun 1995,” tukasnya.

Bagaimana Menurut Anda?