Komite I DPD RI: MK Harus Memutuskan Sengketa Pilkada Sesuai dengan Kekhususan Aceh

9.940 dilihat
Pilkada
Ilustrasi, Foto : Internet
BUANAINDONESIA.COM, JAKARTA – Berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada 2017 di Aceh yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Februari, menyisakan banyak permasalahan dilapangan. mulai tidak lengkapnya nama pemilih dalam DPT, kisruh e-KTP, dan tidak akuntabilitas nya penyelenggara Pilkada. “Permasalah tersebut telah menjadikan pilkada cacat secara hukum dan demokrasi,” kata Wakil Ketua Komite I DPD RI, Senator Fachrul Razi, MIP di Jakarta Sabtu (18/03/17).
berkaitan tingginya gugatan ke Mahkamah Konstitusi oleh beberapa kandidat peserta pilkada dari Aceh. 
Dikatakannya, Jauh-jauh Hari Sebelum pelaksanaan Pilkada Aceh 2017, Komite I DPD RI telah mengingatkan Pemerintah. Saat kunjungan DPD RI ke Aceh. Berdasarkan laporan Penyelenggara Pilkada dan KIP (Komite Independen Pemilihan) bahwa proses Pilkada masih belum mengacu pada Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Komite I DPD RI telah menyampaikan bahwa pelaksanaan Pilkada Aceh tanpa memperhatikan kekhususan Aceh akan mengakibatkan tingginya gugatan Di MK dan akan muncul Kandidat yang dirugikan oleh proses tahanan Pilkada.
Menurutnya, Aceh yang melaksanakan pilkada dengan Qanun No. 12 Tahun 2016 Tentang Pilkada juga tidak luput dari permasalahan. sehingga berujung pada gugatan ke MK. Tinggi nya gugatan di Aceh, kata dia, akibat ketidakkonsistensi aturan pilkada di Aceh karena mengeyampingkan UU Kekhususan Aceh sehingga berujung pada banyaknya calon yang dirugikan oleh mekanisme pilkada tersebut.
Fachrul menilai Telah terjadinya kecurangan yang terstruktur dan sistematis serta masif dalam pilkada tersebut, ada beberapa daerah yang jumlah pemilihnya 1.200 pemilih tapi didirikan dalam empat TPS, sedangkan dalam aturan sebenarnya cukup didirikan dua TPS saja. Mulai dari KPPS, PPS, PPK hingga KIP di Aceh telah menyelenggarakan pilkada yang cacat hukum karena bertentangan dengan Qanun No.12  Tahun 2016. KIP juga tidak menjalankan PKPU No.15 Tahun 2016, dimana pada pasal 4 poin A jelas disebutkan bahwa pengumuman hasil penghitungan suara dari seluruh TPS harus ditempelkan di tempat umum dimasing-masing gampong tempat masing masing TPS.
Pelaksanaan pilkada serentak yang yang tidak memperhatikan UUPA mengakibatkan banyaknya kehilangan suara bagi salah satu calon, contoh pemilih harus memiliki e -KTP. Selama ini proses perekaman e KTP masih menyisakan masalah, dimana masih adanya proses perekaman yang belum selesai dan kosongnya blanko untuk KTP. Selain itu untuk pilkada Aceh sempat mencuat masalah hilangnya hologram untuk kertas suara seperti di Aceh utara. Pihak penyelenggara juga tidak memberikan hak pilih kepada masyarakat yang memiliki KK serta membatasi hak pilih masyarakat yang mempunyai KTP. Ironisnya KIP menganggap bahwa angka 2.5 persen surat suara cadangan yang disediakan dimasing masing TPS  merupakan bagian pressntasi masyarakat yang memiliki KTP.
“Gugatan  yang masuk ke MK hasil pilkada Aceh diharapkan dapat diputuskan seadil adilnya sesuai dengan kekhususan Aceh dengan membatalkan beberapa hasil pilkada Aceh, karena ada beberapam tahapan pilkada yang bertentangan dengan UUPA, putusan MK akan Lebih bijak jika Pilkada di Aceh Di Ulang dengan menggunakan dasar hukum pilkada dengan UU PA Sebagai Kekhususan Di Aceh. Sengketa pilkada di Aceh sebenarnya harus diselesaikan dengan merujuk kepada UU PA, dimana MK harus menerima gugatan karena jika sengketa diselesaikan dengan UU PA sengketa pilkada tak menggunakan selisih suara, MK harus menerima gugatan, serta pemenang pilkada Aceh masuk tahap dua, ini karena tak satu pun calon gubernur yang memperoleh persentase 50 plus 1.” tandasya
Jika sengketa pilkada Aceh menggunakan UU Pilkada, sambung dia, MK harus membatalkan pencalonan Irwandi Yusuf karena tak memenuhi persyaratan soal 20 persen dukungan di DPR Aceh. Irwandi hanya maju dengan 15 persen dukungan di DPR Aceh atau 13 kursi. Sedangan untuk UU pilkada harus 20 persen atau minimal 17 kursi di DPR Aceh. MK harus benar benar tegas dan adil dalam memberikan keputusan terhadap sengketa tersebut. Beberapa masalah tersebut harus menjadi perhatian semua pihak terutama MK, karena putusan yang akan diberikan oleh MK hari ini merupakan keputusan politik yang mana akan membawa Aceh kepada arah yang lebih baik
Jakarta, 17 Maret 2017
Wakil Ketua Komite I
Dewan Perwakilan Daerah RI
Fachrul Razi, MIP
Advertisement