Hak Angket, Cara Merubah Lembaran Cerita Menjadi Catatan Politik

12.147 dilihat

BUANAINDONESIA.CO.ID, MAKASSAR – Hak Angket dianggap sebagai cara merubah lembaran cerita menjadi catatan politik setiap waktu berhak menuliskan sejarahnya sendiri. Menurut Ami Ibrahim, mungkin kualitas kita yang sedang menurun di peradaban. Kehilangan nilai-nilai kehormatan bugis Makassar.

Advertisement

Ternyata hak angket yang sedang bergulir di DPRD Makassar bukan dinamika, dendam terlebih transaksi politik. Melainkan suatu kewenangan yang dimiliki Anggota DPRD untuk melakukan Penyelidikan, mengungkap kebenaran dibalik serangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kantor Gubernur.

Ni’matullah menjelaskan perjalanan panjang Hak Angket ini. Dari serangkaian pertemuan unsur pimpinan DPRD, dengan Gubernur, bahkan pertemuan tertutup, tapi tetap saja, 3/4 dari Anggota DPRD Sulsel setuju Hak Angket dimanfaatkan. Untuk mencapai syarat quorum tersebut bukanlah hal mudah, karena memerlukan kesamaan persepsi dari Legislator di DPRD Sulsel.

Prof Aminuddin Ilmar, pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin, menyebutkan, Hak Interpelasi sudah biasa, dan Hak Angket menjadi pilihan agar desas desus yang beredar menjadi terungkap. Penggunaannya sudah sah, dan biasa saja dalam hukum ketatanegaraan. Justeru menjadi fungsi kontrol yang kuat.

Luhur A Priyanto, lebih vulgar menyebutkan Hak Angket ini untuk membuka lembaran cerita menjadi catatan politik, agar terlihat, ap sebenarnya yang terjadi di balik layar.

Arqam Azikin tak kalah garang, dan meminta tim sukses Pilgub segera move on. Pak NA bukan Cagub lagi, melainkan sudah menjadi Gubernur, dengan segala kewenangan dan kewajiban yang melekat dalam jabatan itu. Hadapi Hak Angket tersebut, bukan sebagai Cagub, melainkan sebagai Gubernur.

Dari narasumber, tanggapan-tanggapan yang lahir dari Makassar Lawyers Club Edisi II, diketahui, bahwa Hak Angket DPRD Sulsel itu konstitusional. Dan secara substansi terkait dengan sinergitas kerja antara Gubernur dan Wakil Gubernur, serta untuk mempercepat jalannya Pemerintahan, yang salah satu tolak ukurnya serapan anggaran.

Adapun narasi dan diksi yang berkembang di masyarakat, itu hal biasa, dan memang, itu menjadi ranah pengusaha yang bergantung pada project APBD. Tapi bukan itu substansi Hak Angket. Bukan pula pemaksulan Gubernur, melainkan mengungkap kebenaran dibalik fakta. Agar tidak menjadi persepsi dan asumsi liar.

DPRD juga bagian dari Pemerintahan, sehingga juga patut dicuragai juga, dan diawasi. Apakah hak angket ini berakhir dengan pemakzulan, tentu butuh proses panjang. Dari Rapat Paripurna, sampai Mahkamah Agung. Dan itu konstutisuonal.

Tapi ternyata bukan itu tujuan Hak Angket ini, melainkan untuk memastikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel, bisa berjalan bersama, bergandengan tangan, dan tidak ada tumpang tindih kewenangan. Demikian halnya dengan kepatuhan terhadap pelaksanaan Undang-undang dalam sistem jenjang karir, dan transparansi, akuntability dalam proses pengelolaan belanja Daerah.

Berpikir positif, biarkan DPRD melaksanakan tugas dan fungsinya, demikian halnya Gubernur dan jajaran kerjanya menghadapi proses ketatanegaraan yang berlangsung.

Karena dari sekian banyak cerita, diksi, opini, ternyata hanya metodologi komunikasi politik, atau lebih sering disebut sebagai mis komunikasi. Tentu ini memerlukan kesetaraan, kesamaan, dan kesatuan persepsi mengenai visi misi untuk Sulsel.

Advertisement