BUANAINDONESIA.CO.ID – Forum Aksi Kolektif Yurisdiksi (JCAF) #1 hingga #7 berturut-turut menghadirkan pihak pemerintah dan perusahaan swasta yang bergerak di sektor komoditas dan kehutanan setiap bulannya untuk mendorong kolaborasi dan memperkuat ekosistem guna mendorong mobilisasi investasi hijau baik di tingkat nasional maupun yurisdiksi. Tujuannya adalah untuk mendorong tercapainya pertumbuhan rendah karbon dan menuju Indonesia yang berkelanjutan (SDGs).
Pendekatan yurisdiksi (JA) adalah pendekatan lanskap terpadu untuk menyelaraskan visi ekonomi, dan lingkungan lintas sektor yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Inisiatif JA saat ini telah berkembang dengan prioritas yang berbeda di masing-masing di tingkat provinsi dan kabupaten baik di Indonesia dan Malaysia untuk menekan laju deforestasi lewat aksi mitigasi, produksi komoditas yang berkelanjutan serta pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dinahkodai pemerintah daerah pendekatan ini mendorong pelibatan multipihak lintas sektoral dengan sinergitas kebijakan, dukungan teknis, pendanaan yang diperlukan pemerintah daerah merealisasikan komitmennya mendorong pertumbuhan.investasi
“Yurisdiksi dapat menjadi strategis yang dimanfaatkan para pemangku kepentingan di daerah dalam mendorong pencapaian SDGs melalui semangat gotong royong. Pendekatan yurisdiksi yang merupakan aksi gotong royong memerlukan komitmen jangka panjang dari berbagai pihak dan berbagai lapisan dalam bentuk koalisi multi pihak yang memiliki tujuan bersama. Prinsip yurisdiksi tersebut selaras prinsip SDGs yang mendorong keterlibatan multi pihak”, ungkap Franky Welirang dalam sambutannya.
Peran filantropi penting untuk mendukung capaian SDGs baik di tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. JCAF #8 dilaksanakan untuk memahami upaya filantropi perusahaan di lapangan dan menggali potensi kolaborasi dan memperkuat pencapaian SDGs melalui sektor filantropi. Bersama salah satu mitra JCAF, JCAF #8 dilaksanakan bersama dengan Filantropi Indonesia dan akan membahas tantangan dan peluang untuk memperkuat Kerjasama filantropi, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, dan mengidentifikasi praktik terbaik yang ada dalam memajukan yurisdiksi yang berkelanjutan, dalam
mencapai Sustainable Development Goals. Filantropi diakui sebagai salah satu aktor utama pembangunan yang mendukung pencapaian SDGs (Perpres No. 59 Tahun 2017). Sebagai sebuah asosiasi, Filantropi Indonesia, secara aktif mendukung mobilisasi aksi kolektif (gotong-royong), membangun komunitas filantropis yang kuat, mendorong berbagi pelajaran dan praktik terbaik, mengkatalisasi kokreasi/kolaborasi semua pemangku kepentingan, dan mendukung inovasi pendanaan untuk dapat mempercepat pencapaian Sustainable Development Goals.
Salah satu keynote speaker Vivi Yulaswati, Ketua Sekretarian Nasional SDGs mengungkapkan bahwa setiap daerah memiliki kesejangan yang berbeda dalam pencapaian SDGs. JCAF bisa membantu untuk memetakkan tujuan SDGs yang masih belum banyak diimplemetasikan. Dengan demikian diharapkan pencapaian SDGs dapat tepat waktu.
“Indonesia adalah negara dengan World giving index tertinggi di dunia. Ini berarti Indonesia memiliki potensi untuk melakukan kegiatan filantrofi, terlebih karena keberagaman dan budaya gotong-royong yang kita anut. Dengan melakukan kegiatan filantrofi, kita juga melakukan social innovation dalam upaya memperbaiki masalah sosial yang ada dengan lebih proaktif, kolektif, dan terstruktur yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat.” ujar Vivi Yulaswati yang juga merupakan Staf Ahli Menteri Perencanaan.
Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan.
“Perlu kita ingat bahwa saat ini pun, kegiatan filantrofi dipengaruhi oleh faktor peraturan atau perundangundangan, digitalisasi dalam bentuk fund rising platform, dan adanya kolaborasi lintas negara. Pun dari sisi pemerintahan mendorong terjadinya transformasi di bidang sistem kesehatan, perlindungan sosial, transformasi digital, transformasi energi, low carbon development, dan transformasi ekonomi melalui adanya kegiatan filantrofi.” tambah Vivi.
Skema keuangan dalam hal pembiayaan atau permodalan serta peluang investasi hijau untuk mendorong penerapan Yurisdiksi secara intensif telah dibahas. Beragam model bisnis cases telah dicoba untuk menggali apa yang menjadi preferensi pasar dalam pemenuhan kriteria lingkungan, sosial dan tata kelola pemerintah (environment, social and governance-ESG), serta dari sisi investor yang terus menunjukkan minat pada opsi investasi yang berkelanjutan.
Secara khusus JCAF ke 8 menggarisbawahi tiga kegiatan utama yang telah didorong oleh sektor privat terkait pemenuhan perlindungan lingkungan, edukasi dan pemberdayaan masyarakat serta peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.
Salah satu pelaksana kegiatan filantrofi, Chief of Corporate Affairs Engagement & Sustainability L’Oreal Indonesia Melanie Masriel menggaris bawahi pentingnya value sustainability dalam menjalankan visi dan misinya.
“Saat ini Loreal melakukan inisiatif guna mentransformasi lingkungan hidup, memperkuat peran perempuan yang kesemuanya berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan di masa depan. L’Oreal menganut paradigma 3P yaitu product, people, dan planet, dimana ketiganya memiliki tujuan supaya mengembangkan diri dan menjaga ekosistem sehingga dapat berkontribusi secara berkelanjutan. Komitmen L’Oreal terbukti dalam program yang berkaitan dengan nyaris seluruh tujuan SDGs”
Lewat program yang berinti pada SDGs, Ketua Yayasan Bakti Barito Fifi Setiawaty Pangestu menunjukkan upaya korporasi mendorong inovasi penguatan agenda iklim. Beberapa fokus utama program yang dimiliki oleh Yayasan Bakti Barito antara lain di bidang edukasi, lingkungan, ekonomi sirkuler, dan sosial. Salah satu program unggulannya berfokus mendukung SDGs nomor 11 dan 12, yakni Plastic Asphalt Road, dimana hingga 2021 sudah sebanyak 37,5 juta kantong plastik yang telah dijadikan campuran aspal untuk
membangun jalanan sepanjang 50,8 Km. Melalui program ini juga sudah sebanyak 282 ton sampah plastik yang telah dikelola.
Sedangkan panelist dari perwakilan kepala daerah juga menyambut positif upaya dialog bersama para pihak, secara khusus dengan sektor filantropi serta menggarisbawahi apa yang menjadi prioritas Kabupaten Seruyan.
“Produk komoditas harus dapat dipastikan keberlanjutannya agar mencapai SDGs. Pengalaman Seruyan, masing-masing tema SDGs tidak berdiri sendiri. Pendataan petani, menangani konflik, STDB, sertifikasi, semuanya terhubung satu sama lain. Karena itu, dibutuhkan dukungan multi pihak termasuk pemerintah daerah, investor, serta masyarakat setempat. Dengan adanya gotong royong ini diharapkan dapat jadi pembelajaran kebijakan untuk memperkuat Jurisdictional Approach ke depan” Sambung Bupati Seruyan
H Yulhaidir.
Diskusi menggaris bawahi beragam model praktik swasta dalam konteks filantropi telah dilakukan untuk mendukung mencapai tujuan pembangunan SDGs sebagai agenda pembangunan daerah dan nasional, serta menurunkan emisi dan memperkuat ekosistem. Dari perspektif pelaku komoditas, sektor swasta dan petani kecil berbagi tantangan maupun kesempatan dalam pengurangan risiko dengan menetapkan nilai prioritas dari kolaborasi multi-pemangku kepentingan dan menunjukkan untuk beroperasi secara
efektif di yurisdiksi. Serial JCAF #8 telah menunjukkan adanya upaya progresif dari berbagai yurisdiksi seperti Siak di Riau, Seruyan di Kalimantan Tengah untuk mendorong tercapainya agenda SDGs dan mendorong kolaborasi lintas pihak, selain filantropi untuk merealisasikan target bersama dari tingkat yurisdiksi hingga nasional.
“Bersama-sama kita perlu mendorong dan bergotong-royong dengan berbagai pihak dan memetakan bersama akan apa yang sudah dan belum dilakukan. Dengan demikian kolaborasi dan permodalan dapat berkontribusi luar biasa kepada sekretariat SDGs.” tutup Deputi Baznas RI sekaligus Chairman of the Supervisory Board Filantropi Indonesia, Mohammad Arifin Purwakananta pada penghujung acara JCAF #8.