BUANAINDONESIA.CO.ID, SUKABUMI-Kreatif dan mandiri, kata yang pas untuk pria bernama Ayi Sopandi (22). Kenapa tidak, Pria yang saat ini masih menimba ilmu di salah satu pesantren di Jampangkulon Kabupaten Sukabumi tersebut sudah mampu membiayai pendidikan dengan membuat jam tangan dari kayu.
Pemuda asal kampung Hegar manah, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade tersebut berhasil menciptakan karya seni yang tak biasa. Dengan kepiawaiannya mengolah kayu, Ayi berhasil meraup rupiah.
“Iya sebenarnya karena saya emang suka banget sama hal-hal yang berbau seni, jadi nyoba nyoba aja, dan ternyata dengan jam tangan kayu ini saya bisa menarik orang yang akhirnya bisa meraih hasil,” terangnya, 10 Maret 2018.
Ayi mengaku telah menggeluti karya seni jam tangan kayu sejak duduk dibangku SLTA pada 2016 lalu.
Dengan bermodalkan kayu yang didapatkan dari usaha sisa usaha mebel tetangga, Ayi terus mencoba dan mencoba hingga akhirnya dikenal.
“Iya emang dari dulu pas kelas 3 saya sudah buat jam tangan kayu ini, itu juga buatnya awal awalan nebeng dari tetangga yang punya usaha mebel,” imbuhnya.
Lebih lanjut Ayi menjelaskan, dengan kecintaannya terhadap karya seni, memaksa dirinya untuk terus bereksperimen, meski hanya bermodalkan limbah kayu.
“Meskipun begitu, saya terus belajar. Itu untuk membuktikan bahwa produk yang saya buat mempunyai nilai seni tinggi,” ucapnya.
Kini, untuk membuat jam tangan kayu tersebut, Ayi menggunakan kayu Jati, Mahoni, Seno keling, dan Kelapa. Bahkan yang luar biasanya, Ayi mengaku tak pernah merasa kesulitan ketika harus menyesuaikan body jam tangan kayu yang dibuatnya dengan mesin jam tangan yang harus ia beli secara online.
“Ya karena saya itu jauh kemana-mana, untuk mesin jam tangan saya selalu beli online, makanya disini perlu kepekaan dan kecerdikan dalam mengolah segalanya, jadi mesin jam tangan dengan body jam tangan bisa sesuai,” ujarnya.
Untuk satu jam tangan kayu, Ayi mematok harga Rp 300 ribu hingga Rp 350 ribu per satu unit nya. Menurutnya harga tersebut sepadan dengan proses pengerjaan untuk menghasilkan jam tangan kayu.
“Meskipun agak sedikit mahal harganya, tapi itu sesuai dengan proses pengerjaanya yang memerlukan waktu dua sampai tiga hari untuk menyelesaikan satu buah jam saja,” ujarnya.
Pertama-pertama dalam satu bulan Ayi hanya mampu melayani beberapa pesanan , karena harus menyesuaikan jadwal dengan statusnya yang masih harus menimba ilmu sebagai santri. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Anak ke 3 dari 3 bersaudara ini mengaku telah terbiasa mengatur jadwal antara mengaji, belajar dan memenuhi pesanan jam kayu karyanya. Karena menurutnya kesuksesan tidak akan berarti apa-apa jika dilekatkan pada orang yang tak mengenal proses dan kedisipilinan.
“Saya dulu emang kerepotan, disisi lain kan saya santri, ya tugas saya ngaji, tapi disisi lain saya juga harus memenuhi pesanan, dan Alhamdulillah dengan kedisiplinan semuanya menjadi indah dan lancar, dalam sebulan saya hanya melayani pembuatan 5 sampai 10 pesanan. Saya menggunakan medsos untuk jualan, Alhamdulillah produk saya sudah sampai Turki,” tutupnya.